Belajar Kota Sehat dari Yogyakarta

Komentar Dinonaktifkan pada Belajar Kota Sehat dari Yogyakarta

YOGYAKARTA – Perburuan predikat Kota Sehat terus dilakukan Pemerintah Kota Parepare. Upaya ini tidak hanya dilaksanakan SKPD teknis dan Forum Kota Sehat, namun juga Wali Kota Parepare, DR HM Taufan Pawe, tak kalah antusiasnya mengejar penghargaan tertinggi nasional di bidang kesehatan itu.

Selama dua hari, Selasa, 4 Februari hingga Rabu, 5 Februari, Taufan bersama Kepala Dinas Kesehatan, dr Muhammad Yamin, Kepala Bappeda, Zahrial Djafar, Direktur Rumah Sakit Andi Makkasau, Kamaruddin Said, terbang ke  Yogyakarta. Daerah yang dikenal sebagai kota yang memiliki pengalaman dan pencapaian luar biasa dalam program kota sehat di Indonesia.

Kota ini tercatat telah lima kali memperoleh penghargaan kota sehat, yakni 2005, 2007, 2009, 2011, dan 2013. Empat diantaranya adalah Swati Saba Wistara,  penghargaan tertinggi  dalam program kota sehat di Indonesia.

Didampingi Ketua Tim Penggerak PKK Kota Parepare, Hj. Erna Taufan, wali kota juga mengikutkan Kepala Dinas Sosial, Dr Salim Sultan dan empat camatnya  untuk melihat langsung pelaksanaan program kota sehat Yogyakarta, khususnya pada tingkat implementasi di lapangan.

Ia berharap, Tim Penggerak PKK Kota Parepare dapat berlajar dari keberhasilan Kota Yogyakarta mengawinkan dua penghargaan sekaligus terkait program kota sehat, yakni Manggala Husada Bakti Arutala dan Kesatria Husada Bakti Kartika.

Wakil Wali Kota Yogyakarta, Imam Priyono yang menerima Taufan dan rombongan di Kantor Wali Kota Yogyakarta, Selasa, 4 Januari,  mengatakan, pencapaian tertinggi pihaknya dalam program kota sehat di Indonesia, tidak diraih begitu saja, namun melalui proses panjang dan komitmen yang besar.

Tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah merubah mindset masyarakat, dan mendorong mereka untuk memiliki pola hidup bersih dan sehat (PHBS).  Pemkot Yogyakarta juga berupaya mendorong kemandirian masyarakat.

Masyarakat didorong untuk memanfaatkan hal-hal tak bernilai, menjadi sesuatu bernilai ekonomi. Salah satunya program bank sampah. “Kami mengajak masyarakat untuk melihat sampah bukan sebagai sampah, tetapi sebagai sesuatu yang bernilai ekonomis,” katanya

Banyak masyarakat Yogyakarta, kata Imam, utamanya kelas bawah yang terbantu secara ekonomi melalui program tersebut. “Mereka membayar listrik dan menyekolahkan anak-anak mereka dari hasil Bank Sampah,” katanya.

Komponen lain yang menyumpang poin tertinggi dalam perolehan Kota Sehat Yogykarta adalah usia harapan hidup masyarakat Kota Yogyakarta kini mencapai 74 tahun. Ini merupakan usia harapan hidup tertinggi di Indonesia.

Yogyakata  yang kini berpenduduk 1 juta jiwa ini juga merupakan kota dengan jaminan kesehatan terbanyak di Indonesia. Seluruh warga Jogyakarta yang dibuatkan jaminan kesehatan (kelas III) oleh Pemerintah Kota.

“Warga kami tak lagi mikir kalau sakit, tinggal buat keterangan tidak mampu di kelurahan, maka semua pengeluaran biaya pengobatan selama di rumah sakit langsung ditanggung oleh dinas kesehatan,” kata Imam Priyono.

Ketua Fotum Kota Sehat Yogyakarta, yang mendampingi Wakil Wali Kota Yogyakarta, Adi Prabowo, mengatakan, kunci keberhasilan Kota Yogyakarta adalah  pelibatan masyarakat dalam setiap program kota sehat.

Pemkot setempat berupaya mendorong tumbuhnya inisiasi masyarakat  untuk melaksanakan PHBS  dalam setiap aktivitas mereka. Selain itu, Forum Kota Sehat tidak hanya dibentuk pada tingkat kota, tetapi hingga kecamatan.

Sementara di kelurahan dibentuk pokja (Kelompok Kerja) yang memanfaatkan instititusi kelurahan siaga yang telah ada sebelumnya. Masyarakat juga didorong untuk mandiri dalam pelaksanaan kegiatan – kegiatan mereka.

Pemerintah daerah semata berfungsi sebagai fasilitator. Bahkan, beberapa program kota sehat yang dibentuk telah menunjukkan kemandirian. Tak ada lagi APBD yang digunakan dalam pelaksanaan program di lapangan.

Agar menjadi semangat bersama, Kepala Bappeda, Edy Muhammad,  mengatakan, seluruh program kota sehat telah tertuang dan tergambarkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), serta visi misi kota.

Salah satu misi mereka untuk mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai kota sehat. Seluruh SKPD bergerak secara simultan mewujudkan visi misi tersebut.  “Ini yang kita gerakkan ke masyarakat, bagaimana memberdayakan mereka sehingga bisa mandiri dalam penciptaan hidup bersih dan sehat,” katanya.

Keberadaan visi tersebut dalam RPJM kata Edy, juga menghindarkan pola kerja yang bersifat ego sektoral. Jadinya kerjasama antara SKPD satu dengan lainnya dalan mewujudkan program-program kota sehat menjadi keniscayaan, karena mereka saling membutuhkan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi mereka.

Ia mencontohkan, SKPD Lingkungan Hidup yang memiliki program pengadaan lahan ruang terbuka hijau. “Program ini ‘mewajibkan’ mereka bekerjasama Bagian Pemerintahan dalam hal pembebasan lahan, jika tidak maka keduanya tak akan sukses dalam melaksanakan program kerjanya,” katanya.